Rabu, 13 Februari 2013


Sego Abang, Lombok Ijo, Walang Goreng Gunungkidul Yogyakarta

 

Walang Goreng Sego Abang

 

Selama ini sehari-hari kita banyak mengkonsumsi nasi putih. Namun ada varian nasi lainnya, yaitu beras hitam yang hanya tumbuh dan dibudidayakan di daerah tertentu, dan beras merah atau brown rice yang sudah banyak dijual di pasaran dan menjadi ikon Gunungkidul Yogyakarta. Beras merah inilah yang disebut dalam bahasa Jawa sebagai sego abang.
Sego abang merupakan hasil produk pertanian di ladang tadah hujan. Wilayah Gunungkidul memiliki curah hujan rendah dan jenis tanah berbatu, maka hanya padi tadah hujan saja yang sanggup tumbuh subur. Sebagian dari jenis padi tadah hujan tersebut menyajikan nasi berwarna merah dengan cita rasa khas.
Benar-benar Alami
Jika anda berkunjung ke Yogyakarta, sudah banyak warung makan yang menyediakan menu “sego abang lombok ijo”, yaitu nasi merah dengan sayur tempe dan lombok hijau. Di berbagai warung yang menyajikan sego abang, mereka benar-benar menjaga nilai tradisional sego abang, mulai dari cara pemetikan padi, pengolahan menjadi beras, hingga penyajian di atas meja.
Para pemilik warung telah menjalin kerja sama dengan petani penanam padi tadah hujan jenis gogo, mendel, atau segreng yang ketiganya menghasilkan padi berwarna merah. Umur tanam padi jenis tersebut serupa dengan padi sawah, tetapi dengan produktivitas yang lebih rendah.
Pemanenan padi dilakukan helai per helai dengan pemotongan batang padi menggunakan “ani-ani”. Pemiliki warung hanya menerima buliran padi yang belum terpisah dari batangnya. Pegawai warung yang memisahkan beras merah dari sekam dengan cara menumbuk secara tradidional dan manual.
Padi yang ditumbuk jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya beras merah yang akan dimasak. Memasak beras merah pun harus menggunakan tungku tanah liat memakai kayu bakar. Beras harus “dikaru” sebelum kemudian ditanak menggunakan kukusan dari anyaman bambu (soblok). Cara memasak tersebut membuat rasa nasi lebih gurih dan lunak, tetapi tidak lembek. Berbeda dengan nasi putih yang matang hanya dalam setengah jam, nasi merah baru siap dihidangkan setelah dimasak selama tiga per empat jam. Dalam satu hari, mereka bisa memasak nasi merah dua kali, yaitu pagi dan tengah hari.
Sego Abang, Lombok Ijo, Walang Goreng
Sambel Ijo
Untuk menikmati sego abang, biasanya disajikan sayur lombok ijo. Sayur ini diracik dari potongan cabai hijau yang dipadukan dengan tempe kedelai, dengan kuah santan kelapa. Tumisan tempe yang digunakan sebagai pelengkap sayur pun bukan tempe sembarangan. Tempe tersebut harus dibuat dengan cara tradisional dan dibungkus daun pisang atau daun jati.
Kuah santan dengan racikan bumbu berupa bawang merah, bawang putih, kemiri, serta tambahan lengkuas serta daun salam ini menghadirkan rasa gurih bercampur pedas. Pengunjung yang ingin menambah rasa pedas sayur bisa menambah pesanan berupa sambal terasi serta sambal bawang.
Walang Goreng
Selain sayur lombok ijo, juga tersedia lauk lain untuk pendamping, seperti daging sapi goreng, iso babat goreng, ikan wader goreng, kerupuk, emping dan urap trancam. Bahkan jika anda datang langsung ke Gunungkidul, akan mendapatkan menu yang sangat istimewa, yaitu belalang goreng. Benar, belalang goreng ! Belum penah mencoba kan ? Kayak primitif gitu lah…. Namanya belalang juta dengan species Shistocerca Gregaria yang diolah dengan cara digoreng, familier disebut ‘walang goreng’.
Sangat Tradisional
Walang Gunungkidul
Tak hanya menu makanannya yang khas, suasana warung makan pun banyak yang mempertahankan suasana khas pedesaan. Tembok warung masih berupa dinding anyaman bambu. Pengunjung pun bisa memilih duduk di kursi maupun lesehan di atas balai-balai kayu yang dilambari alas tikar pandan. Seluruh menu makanan disajikan dalam piring-piring terpisah, seperti layaknya di rumah makan nasi padang.
Banyak warung yang tetap mempertahankan gaya penyajian warung yang sangat tradisional, tidak mencantumkan menu serta daftar harga. Biasanya pengunjung baru tahu harga makanan ketika membayar di kasir

1 komentar: